Sepertinya, kesadaran akan pendidikan semakin tinggi saja di Indonesia ini. Lihat saja jumlah peminat Perguruan Tinggi yang semakin besar tiap tahunnya. Maka tidak heran jika sekarang Politeknik, Akademi maupun Universitas swasta ramai bermunculan. Menyenangkan sekali mengetahui perkembangan tersebut bukan?
Tahun ajaran baru seperti saat ini mengantarkan ribuan Mahasiswa Baru (Maba) ke satu tempat yang sama. Riuh, mereka datang dari tempat yang berbeda. Sebagian berasal dari tempat yang jauh sekali, bahkan harus meretas laut dan selat, dan sebagian ada juga yang berasal dari tempat yang dekat kampus. Tapi pada intinya, toh status mereka sama; Mahasiswa. Kebutuhan mereka hampir sama. Bahkan kondisi mereka pun hampir sama. Polos, lugu dan bingung. Walaupun tidak semuanya dalam kondisi sama, namun sebagian besar iya.
Mungkin semua Maba yang datang ke kampus ini membawa satu tujuan yang pasti. Cita-cita akademik yang sangat di patrikan, tanpa peduli bahkan tahu bahwa status Mahasiswa membawa banyak tanggung jawab yang melelahkan. Hampir semua maba masih terlena dengan seragam putih abu-abunya yang sudah melekat selama tiga tahun. Walaupun demikian lambat laun maba akan menyadari bahwa lepasnya seragam putih abu-abu menandai dimulainya satu fase baru dalam kehidupannya.
Satu hal yang harus diingat sebagai seorang mahasisiwa adalah bahwa ia telah menjadi warga negara sebenarnya. Ia sudah memiliki tempat untuk memulai debutnya sebagai warga negara. Bukan sebagai masyarakat biasa pada umumnya, tapi sebagai agent of change. Agen Perubahan. Mahasisiwa memiliki kekuatan, bukan kekuasaan untuk menjadi perubah arah atas banyak realitas dan kebijakan yang ada di negeri ini. Maka mahasiswa tidak boleh serta merta pasif dan diam melihat suatu keganjilan dalam sebuah pengambilan kebijakan oleh pemerintah ataupun kondisi rakyat yang memprihatinkan ( jika ada ). Status baru sebagai agen perubabahan bahkan memosisikan mahasiswa dapat berinteraksi langsung dengan pemerintah bukan? Dalam sejarahnya bahkan mahasiswa telah menorehkan sebuah prestasi dahsyat sebagai agen perubahan. Merubah sebuah era pemerintahan. Meretas zaman. Tidak hanya berbasah peluh dan berlinang air mata, tapi juga berdarah-darah meregang nyawa. Sekarang, kita tinggal nikmati hasil dari pelaksanaan fungsi mahasiswa di tahun 1998. Tidak dengan cara diam, tapi mempertahankan kondisi ideal yang diharapkan dari sebuah negara.
Mahasiswa tidak akan ideal jika memiliki pola pikir kekanak-kanakan yang hanya ingin bersenang senang dengan hidupnya. Sekali lagi, ada beban yang mulai dipikulkan kepada mahasiswa, maka mulai berfikir dewasa adalah tindakan bijak. Mulai berorientasi pada bangsa dan negara, bukan egoisme semata. Mulai memahami tugas akhirat sebagai manusia seutuhnya dan kembali pada agama. Ada banyak organisasi yang siap menjadi kepompong metamorfosis di universitas ini. Ada beragam komunitas yang siap menerima idealisme dan kemampuan Maba di kampus ini. Jangan disia-siakan. Jangan hanya menjadi mahasiswa yang hanya tahu bagaimana cara mendapat nilai bagus, tapi jadilah mahasiswa yang tahu bagaimana cara berpredikat bagus. Prestatif dan kontributif di satu waktu. Mahasiswa itu bukan tukang teori, tapi lebih dari itu telah berada dalam tataran amal.
Apapun juga, tugas mahasiswa pertama dan terutama tetap belajar. Menyiapkan fisik dan kepandaian untuk sebuah generasi baru yang jelas akan mengisi pos-pos strategis di negara ini. mahasiswa hanyalah satu tahapan kecil dalam sebuah rangkaian tahapan-tahapan regenerasi bangsa menjadi bangsa yang besar dan mampu bersaing global. Maka ketika ada mahasiswa yang berdalih mengabaikan belajarnya demi organisasi dan kepentingan kita bersama, maka itu adalah bohong! Mereka tidak lebih hanyalah mengkambing hitamkan organisasi untuk rasa malas dan bosannya pada kegiatan perkuliahan.
Ayo, semangat Adik-adik! Dunia menantikan langkah sucimu. [Olia]
Tidak ada komentar
Posting Komentar