Minggu, 20 November 2016

Walayat - Siyasah Syar'iyah

Siyasah Syar’iyah Ibnu Taimiyah

(BAB 1 Walayat)
Oleh Rakhyan Risnu Sasongko
 
Siyasah syar’iyah sesungguhnya merupakan bagian dari manhaj (metode) dakwah yang turut menjaga hukum hasil kreasi manusia agar selaras dengan hukum asli ciptaan Allah. Ia hadir sebagai sebuah tafsiran cerdas akan hukum agung asli yang azali. Tersususn secara sistematis yang berisi rambu-rambu ilahiyah tentang cara mengelola sebuah amanah besar dari Allah Swt kepada manusia. Berangkat dari sebuah kegelisahan yang mendalam tentang kondisi kaum muslimin yang mengalami kemunduran, sebagai dampak dari kemrosotan politik dan agama. Buku siyasah sya’iyah hadir untuk memberikan keterangan ide Islam tentang panduan ideal mengelola bumi, manusia, dan kepemimpinan agar dapat memberikan keadilan dan menumbuhkan kembali umat ini kepada posisi seharusnya, sehingga mampu memberikan rahmat bagi seluruh semesta raya. Sebagai obat dari akidah yang telah teracuni oleh berbagai amalan bid’ah dan madzhab ilmu kalam yang menyesatkan, serta teracuni oleh filsafat.

Rabu, 21 September 2016

Catatan KAHFI #1

📝📝📝📝📝

Kamis, 18-8-16

*Al Fahmu*
Oleh: Ust. Andi Alif

- al fahmu adalah tentang kepahaman, tentang suatu hal yang tidak hanya sekedar terdengar, namun lebih mendengarkan hingga mampu lebih meyakini. Seperti iman, diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dilakukan dengan perbuatan.

- Kepahaman itu berada di atas pengetahuan. Layaknya ilmu sebelum amal. Seperti kata Imam Syafii, ilmu tanpa amal bagaikan pohon rindang tak berbuah. Sedangkan amal tanpa ilmu seperti orang gila yang bertindak tanpa berpikir.

Senin, 19 September 2016

GERAKAN MAHASISWA DALAM PERJUANGAN INDONESIA


Zaky Mubarok Izzudin
Ketua BEM UNY 2016

Bulan Agustus 2016, belum hilang dari ingatan kita tentang berita beberapa waktu silam. Reshuffle menteri kabinet kerja Indonesia yang cukup menuai pro-kontra. Pergantian ini menjadi perbincangan banyak kalangan karena beberapa menteri yang terlihat mempunyai kebijakan yang pro-rakyat mulai disingkirkan dari percaturan politik elit.  Belum cukup sampai disitu, setelah reshuffle jilid 1 selesai Indonesia lagi-lagi diguncang dengan isu bergantinya menteri yang hanya menjabat selama 20 hari. Apa yang sedang terjadi di negeri ini? Entahlah, namun yang jelas rakyat Indonesia sedang kebingungan tentang apa yang sedang terhadap negerinya.

Selasa, 13 September 2016

Problematika Pendidikan Menantang Zaman

Bisma Putra A
Ketua BEM FIP UNY 2016
Dari seluruh rangkaian diskusi tentang pendidikan, dirasakan ada sedikit ketimpangan dalam seluruh aktivitas berfikir yang ada terhadap pendidikan. Jika menilik pada pengertian pendidikan secara sederhana dapat dimaknai sebagai suatu usaha yang direncanakan, disengaja, untuk memanusiakan manusia. Pengertian iut seakan-akan tertelan oleh luasnya cakupan "wacana modern" pendidikan.
Hal yang terkadang dilupakan oleh para praktisi pendidikan adalah membicarakan penerapan-penerapan filosofis terhadap proses pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Konsep riil yang merupakan implementasi dari nilai-nilai filosofis pendidikan sesungguhnya sangat dibutuhkan. Hal tersebut bertujuan agar pendidikan menjadi suatu proses "mendidik" kepada peserta didik di lembaga pendidikan. Sehingga tidak melupakan bahwa sesungguhnya semua proses pendidikan itu adalah proses memanusiakan manusia.

Selasa, 31 Mei 2016

Pendidikan sebagai Gerakan Semesta

Pendidikan sebagai Gerakan Semesta
Oleh : Bisma Putra Aprilianta
(Kebijakan Publik Komisariat KAMMI UNY)


Bukan salah Ki Hadjar Dewantara jika semboyan tentang pendidikan yang disampaikannya justru dipakai di negara lain selain Indonesia tercinta. Bukan salah para pendiri bangsa ini pula jika Pancasila ternyata tidak menjadi dasar dari segalanya yang ada di negeri ini termasuk dalam dunia pendidikan. 

Terus salah siapa? Tak perlu dijawab juga karena tulisan ini dibuat bukan untuk mencari kesalahan namun mencoba memberikan satu usul dan saran tentang perbaikan dunia pendidikan Indonesia ke depan. Bicara soal gerakan semesta, maka seharusnya gerakan itu dilakukan di semua tempat, dalam suatu waktu yang sama, dan dalam segala kondisi. Gerakan semesta harus dipahami bukan sebagai pemaksaan kehendak satu pihak atas pihak yang lain namun berlandaskan keinginan yang sama yang berawal dari buah pikiran yang luhur untuk kemajuan bangsa. Dalam dunia pendidikan, gerakan semesta harus fokus pada tujuan besar dan bukan tujuan masing-masing wilayah. Tapi salahkah kalau punya tujuan wilayah? 

Beberapa waktu yang lalu pernah membaca artikel tentang pendidikan di Papua, dalam artikel tersebut sempat membaca ide-ide pikiran ke depan yang diutarakan salah satu pemimpin kala itu. Papua harus punya seribu orang PHD dalam 10 tahun ke depan. Papua harus bisa mengirim anak-anaknya untuk belajar di Harvard atau bahkan MIT. Sukseskah? Ya. Sukses. Kita dapat melihat berita tentang anak-anak Papua yang mulai merambah dunia. Ada yang kuliah di MIT, Harvard, dan beberapa kampus bergengsi internasional lainnya. Jadi tidak ada yang salah mempunyai tujuan wilayah, tapi tujuan wilayah harus menjadi bagian dari tujuan besar yaitu tujuan pendidikan nasional atau bangsa. 

Kesulitannya adalah bangsa ini sangat majemuk. Permasalahan di satu wilayah belum tentu menjadi masalah di wilayah lain. Kesuksesan penerapan satu program di satu wilayah bisa berbuah petaka jika diterapkan di daerah yang lain. Jadi, bagaimana caranya agar gerakan semesta dipahami di setiap wilayah sebagai gerakan luhur yang harus dilakukan bersama-sama? Jawabnya hanya satu. Kembali ke pembelajaran kontekstual. Menurut Elaine B. Johnson (2009) pembelajaran kontekstual adalah suatu sistim pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Johnson juga menyampaikan delapan komponen utama yang ada dalam pembelajaran kontekstual, yaitu: 

1.Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections), sebagai individu yang sedang belajar siswa dapat menemukan minatnya dan memutuskan untuk memilih bekerja sendiri atau berkelompok, relasi dibangun berdasarkan kebutuhan bersama dan tujuan bersama. Dalam hal ini akan terjadi pula proses belajar sambil melakukan (learning by doing) 
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work), sebagai bagian dari suatu wilayah, bagian dari suatu masyarakat, siswa dapat berusaha menemukan masalah dalam kehidupan nyata dan berusaha mencari solusinya.
3. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), untuk mencapai tujuannya siswa dapat memahami apa yang dia butuhkan. Siswa dapat mengatur apa yang harus dia pelajari terkait dengan kebutuhan tersebut 
4. Bekerjasama (collaborating), hampir semua masalah yang ditemukan tidak mungkin diselesaikan sendiri. Siswa akan belajar berkomunikasi dengan baik dan juga keterampilan untuk saling mempengaruhi.

Memang tidak semua hal dapat dicapai begitu saja sesuai uraian Johnson, namun semangat pembelajaran kontekstual ternyata sudah membuahkan hasil di beberapa tempat di Indonesia. 

Oh ya? Apa saja? Pernahkah pembaca mendengar atau membaca tentang pendidikan harmoni di Sulawesi Tengah? Siapa yang sudah lupa konflik berbau agama yang terjadi di Poso? Nah, itulah awal munculnya pendidikan harmoni ini. Anak atau siswa diajak untuk mencapai tiga harmoni yaitu harmoni dengan diri sendiri, harmoni dengan sekitarnya, dan harmoni dengan alam. Melalui tiga harmoni ini, sedari kecil anak tidak lagi diajar untuk berkonflik hanya karena beda agama, beda suku, atau beda-beda yang lainnya. 

Konon kabarnya semangat pendidikan harmoni ini sudah tertular ke banyak sekolah di Sulawesi Tengah. Apa lagi? Pernahkan pembaca mendengar atau membaca tentang sekolah hijau di Kalimantan? Tepatnya di daerah Sajingan di dekat perbatasan RI-Malaysia? Nah, awalnya di daerah ini marak dengan pembukaan lahan sawit yang bertubi-tubi. Seolah-olah hanya untuk sawit. Hanya untuk bekerja di kebun orang. Wawasan sempit dan tidak berkembang. Konsep pendidikan menawarkan sesuatu yang lain. Anak bisa belajar dari keterbatasan. Belajar dari apa yang ada yang mereka dapat temukan dari kehidupan sehari-hari. Anak bisa belajar matematika dari menghitung setiap helai guguran daun yang jatuh tiap hari, memantaunya selama beberapa hari, dan kemudian belajar polanya sehingga akhirnya tahu berapa helai daun yang mungkin jatuh pada hari ketujuh. Hebat bukan? Bukan, karena itu hanya pikiran saya sendiri. Tidak ada pengajaran seperti itu. Tapi, kira-kira seperti itulah yang terjadi.

Referensi
1. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia - Akhmad Muhaimin
2. Ilmu Pendidikan - Dwi Siswoyo dkk
3. Pendidikan dalam Perspektif Globalisasi - Nurani Soyomukti

*#Gerakan Intelektual Profetik*

Find us 📭

👥Facebook : Komisariat KAMMI UNY
🗣Twitter : @kammiuny
📸Instagram : @kammiuny
📚Website : uny-kammi.blogspot.com
💌Email : kammikomsatuny@gmail.com

Wujudkan Cita-Cita Reformasi Pendidikan Indonesia

Wujudkan Cita-Cita Reformasi Pendidikan Indonesia
Oleh : Bisma Putra Aprilianta

dalam Diskusi Kebijakan Publik Komisariat KAMMI UNY
Gaza, Karangmalang Blok B19A
Rabu, 18 Mei 2016
16.00

Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk mendorong, membantu serta membimbing seseorang untuk mengembankan segala potensinya sehingga ia mencapai kualitas diri yang lebih baik. Hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidaknya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kejadian dibelahan bumi yang lain, baik masalah politik atau sosial. Kesetiakawanan semakin kental berarti kepedulian umat manusia terhadap sesamanya semakin merupakan tugas setiap manusia, pemerintah, sistem pendidikan nasional.
Reformasi memiliki arti yaitu perubahan radikal untuk perbaikan dalam bidang sosial, politik atau agama di dalam suatu masyarakat atau Negara. Orang-orang yang melakukan atau memikirkan reformasi itu disebut reformis yang tak lain adalah orang yang menganjurkan adanya usaha perbaikan tersebut tanpa   kekerasan. Usaha-usaha untuk mementingkan nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan telah melahirkan kembali pendekatan pendidikan yang mementingkan pengembangan kreatifitas dalam kepribadian anak. Inilah yang disebut gerakan humanisasi dalam proses pendidikan yang sedang kondang dibanyak Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang. Gerakan humanisasi ini meminta reformasi yang mendasar dalam pendidikan baik dalam metodologi belajar mengajar, kepada manajemen sampai kepada perencana pendidikan.
Saat ini fokus kerja-kerja pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal. Untuk kinerja itupun pemerintah Indonesia, menurut data dari UNDP (United Nations Development Programs) dalam “Human Development Report 2015” untuk kualitas pembangunan manusia diganjar peringkat 108 dari 177 negara didunia. Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat Statistik) tahun 2015 tentang angka penangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota: persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar disbanding tamatan SMP kebawah. Artinya, sistem pendidikan nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk  survive mandiri dan terampil berwiusaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri. Laporan terbaru Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), Education at Glance 2015 Indonesia mendapati peringkat 2 di dunia angka putus sekolah setalah China dengan presentasi 60%.
Diantara permasalahan pelik tentang kondisi pendidikan dinIndonesia tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan. Sekolah adalah tempat menumbuhsuburkan nilai-nilai luhur dalam diri aanak bangsa  yang menjadi peserta didik. Tawuran perilaku asusila sebagian oknum pelajar/ mahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat UUD 1945 dan UU system pendidikan  nasional tentang nilai-nilai agama. Kegiatan sekolah lebih besar porsinya untuk pengajaran. Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada tuhan yang maha esa.
Tujuan reformasi pendidikan nasional  memiliki agenda strategis yang harus dilakukan untuk memperbaiki dan membangun dunia pendidikan, diantaranya :
1.      Melakukan pembangunan sisitem pendidikan nasional yang komprehensif, integratif dan aplikatif.
2.      Meningkatkan wajib belajar dari sembilan tahun menjadi dua belas tahun.
3.      Meningkatkan kompetensi, kesejahteraaan dan perlindungan terhadap profesi guru.
4.      Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20% dari total APBN.
5.      Melakukan monitoring dan evaluasi system terhadapberbagai aspek onsep dan operasional sistem pendidikan nasional.
6.      Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan.
7.      Meninkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah.
8.      Terselenggaranya pendidikan yang terjangkau dan bermutu.
9.      Memberi perhatian yang khusus pada anak ABK di dunia pendidikan.

Karena itu, untuk tercapainya reformasi pendidikan secara komprehensif tentu seluruh komponen bangsa haurs bersatu padu dan meningkatkan komitmen untuk merumuskan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Sebab, pembangunan dan penyelenggara pendidikan nasional yang benar dan efektif merupakan amanat konsttusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan.tanpa itu, bangsa besar ini akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah. Termasuk mereformasi di satu aspek yang didalamnya menentukan arah paradaban dunia kedepan.

Senin, 02 Mei 2016

PENDIDIKAN DAN POLITIK



Oleh: Bisma Putra Aprilianta
Kebijakan Publik Komisariat KAMMI UNY 2016
Ketua BEM FIP UNY 2016

Sejatinya pendidikan adalah usaha yang disengaja untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia yang mampu menjawab tantangan kehidupan dan dapat memaknai kehidupan, baik pribadinya maupun untuk masyarakatnya. Secara teoritis, pendidikan harus mencakup empat aspek yakni : learning to know, learning to be, learning to do and learing to live together.

Diskusi : Benarkah Pemerintah sudah memberikan jaminan?





Kajian Diskusi tentang Kondisi Pendidikan Tinggi Nasional
Benarkah Pemerintah sudah memberikan jaminan?

Tanggal: 29 Maret 2016
Tempat: Gedung IEC Lt.2, UNY

Penyaji:
1. Deni Hardianto, M.Pd.
2. Ficky Fristiar, S.Pd.




Penyaji Pertama,
Sebenarnya ketika berbicara pendidikan, maka masalah yang sering terjadi ialah berkaitan dengan pembiayaan dan aksesibilitas. Perguruan Tinggi, sejak dikeluarkan UU no 12 tahun 2012. Perguruan tinggi itu berbadan hukum, jadi dia otonom. Punya karakter dan ciri khas masing-masing.

Jumat, 22 April 2016

Mother Nature

Album : K'SEH
Munsyid : Shaff-Fix


Bila hutan yang hijau telah gersang ?
Bila kicau burung hanya terkurung ?
Bila bening sungai berganti kelam ?
Bila nyanyian alam menjadi hilang ?


Kemana kita harus pergi ?
Dimana kita kan mencari ?

Kerusakan di muka bumi karena tangan-tangan manusialah semata
Dan manusialah yang akan merasakan akibatnya
Let?s start to care and love mother nature

Bila mentari tertutup asap hitam ?
Bila udara tak lagi menyegarkan ?
Bila kehidupan tak pedulikan alam ?
Bila semua hanyalah keegoisan ?
Kemana kita harus pergi ?
Dimana kita kan mencari ?

Apakah kesadaran kita baru terjaga
Ketika kekuatan alam telah menurunkan bencana
Segeralah berbenah di waktu yang tersisa ?


Let?s start to care and love mother nature
Now let?s start to care and love mother nature


#Selamat Hari Bumi,
#MariRefleksi
#GerakanIntelektualProfetik


Kamis, 21 April 2016

Perempuan Hari Ini

Perempuan Hari ini

oleh Viki Adi N
(Kebijakan Publik Komisariat KAMMI UNY)



Masih dalam suasana hari Kartini dimana sebagian masyarakat kita masih membumikan tradisi-tradisi peringatan dari yang biasa sampai yang luar biasa. Masih dalam suasana hari “keteladanan” perempuan. Kita yakin bahwa masih banyak perempuan yang berjasa dalam membesarkan bangsa ini selain Ibu Kartini. Mari sejenak “menskip” hal itu, tentu bukan untuk melupakan sejarah, karena sejarah itu penting.

Namun marilah sejenak kita merenungi, di hari perempuan ini sebuah refleksi masalah apa yang sedang terjadi di Indonesia. Masalah apa yang terjadi pada perempuan Indonesia.
Komnas Perempuan mencatat 16.217 kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2015. (baca: kompas [7 maret 2016] atau Siaran Pers Komnas Perempuan Catahu 2016) diungkapkan bahwa kekerasan terhadap perempuan semakin meluas. Khususnya dalam ranah personal kasus ini meluas sangat banyak dan ini lah yang paling banyak, ada pula masalah komunitas, dan beberapa juga terkait negara.

Belum lagi terkait masalah pribadi, dimana masalah “harga diri” perempuan sepertinya semakin kesini semakin menurun. Seperti dikutip dari CNN, Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana mengatakan bahwa benang merah masalah perempuan selalu berkutat pada self esteem (harga diri).
Bahkan self esteem ini akan menyangkut dalam hal fisik. Berdasarkan data yang diungkapkan oleh beliau, tahun 2013 sebanyak perempuan 33% di dunia mengaku tidak bahagia dengan bentuk fisiknya. Dan angka ini cenderung naik dari tahun ke tahun.

Ini ketika bicara dunia, apalagi di Indonesia yang bisa kita lihat bahwa proses westernisasi akibat globalisasi dari kemajuan teknologi sangat besar. Memang benar adanya seperti itu. Fisik perempuan menjadi barang eksploitasi perdagangan. Semua bermula dari harga diri. Penampilan menjadi keutamaan.

Coba kita amati saja sekilas, kita bisa menarik benang merahnya. Mulai dari masalah “personal”, “komunitas”, bahkan mengerucut pada “harga diri”. Setidaknya disini kita mengerti bahwa benar upaya perbaikan memang seharusnya dimulai dari tingkatan individu. Berarti dalam hal ini ialah perempuan.

Wajar harga diri menjadi rendah, karena memang dalam suasana pembentukan global dalam dunia ini sedang gencar-gencarnya namun tidak ada keseimbangan filter. Maka hendaknya sebagai manusia yang “katanya” memanusiakan manusia atau bahasa kerennya ialah humanisasi, pantaskah kita melihat ini sebagai hal biasa? Maka hendaknya sebagai manusia yang “katanya” adalah mahluk yang merdeka atau bebas, pantaskah kebebasan menoreh luka? Maka hendaknya manusia mengembalikan semua pada fitrahnya, bahwa pembinaan moral untuk manusia adalah hal yang utama. Bahwa pembinaan pada agama ialah yang utama.

Mengembalikan konsep pembinaan perempuan dalam moral agama menjadi hal utama dewasa ini. Sehingga fitrah perempuan tidak ternodai oleh nilai westernisasi yang jelas bisa kita lihat bahwa itu tidak sesuai dengan ideologi bangsa kita. Mari bangkitkan kembali nilai-nilai profetik dalam pembinaan perempuan.

Selamat hari Kartini, selamat berjuang!
#Mari lakukan perbaikan bersama

#GerakanIntelektualProfetik
© Blog Komisariat KAMMI UNY
Maira Gall